Makalah
Final Study Syari’at Islam di Aceh
STUDY
SYARI’AT ISLAM DI ACEH
Oleh :
Suryadi
Nim : 140401152
Dosen Pembimbing :
Iwan Doa Sempena
Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Banda Aceh
2015
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh, yang lebih dikenal
Undang-Undang Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh. Sebab, inti dari pada
undang-undang ini adalah pertama, penyelenggaran kehidupan beragama yang
diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya dalam
bermasyarakat, dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama; dimana
daerah kewenangan untuk dapat diberi kewenangan untuk dapat membentuk lembaga
agama dan tetap mengakui lembaga-lembaga agama yang sudah ada.
Sejak
izin dan kewenangan-kewenangan tersebut diberikan kepada Daerah Nanggroroe Aceh
Darussalam melalui Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 ini, maka Dewan Perwakilan
Daerah Aceh (DPRA) bersama Pemerintah
Daerah Anggroe Aceh Darussalam (PEMDA NAD) telah menyusun dan menetapkan
berbagai Peraturan Daerah atau Qanun, Instruksi Gubernur, Edaran Gubernur, dan
juga berbagai Praturan Daerah atau Qanun di tingkat II Kabupaten/kota di
seluruh Nanggroe Aceh Darussalam.
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun 1999 sampai saat ini sudah
berjalan 10 tahun lebih, mulai berbenah diri melalui perangkat-perangkatnya
sebagai dasar-dasar pijakan dalam melangkah lebih jauh dalam tataran konsep
Syari’ah Ilahiyah. Antara lain :
Undang-Undang
:
1. Undang-undang
No. 44 Tahun 1999, tentang penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
2. Undang-undang
No. 11 Tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh.
Peraturan-Peraturan
Daerah/Qanun :
1) Perda
No. 5 tahun 2000, tentang Pelaksanaan Syari’at Islam.
2) Qanun
Provinsi NAD, No. 10 tahun 2002, tentang Peradilan Syari’at Islam.
3) Qanun
Provinsi NAD, No. 11 tahun 2002, tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, Aqidah,
Ibadah dan Syiar Islam.
4) Qanun
Provinsi NAD, No. 12 tahun 2003, tentang Minuman Khamar dan sejenisnya.
5) Qanun
Provinsi NAD, No. 13 tahun 2003, tentang maisir (Perjudian).
6) Qanun
Provinsi NAD, No. 14 tahun 2003, tentang Khalwat (mesum).
7) Qanun
Provinsi NAD, No. 7 tahun 2004, tentang Pengelolaan Zakat.
8) Peraturan
Gubernur Provinsi NAD, No 10 tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Uqubat Cambuk.
9) Matrik
Perbuatan Pidana dan Hukumnya didalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Dan
perangkat-perangkat peraturan lainnya.
HASIL
WAWANCARA
Pertanyaan :
1. Apa
masalah-masalah dalam pelaksanaan syari’at Islam?
2. Bagaiamana
harapan untuk syari’at Islam?
3. Bagaimana
metode atau taktik untuk implementasi syari’at Islam sesuai dengan tauhid,
akhlak dan fiqih?
4. Bagaiman
kebijakan pelaksanaan syari’at Islam?
5. Apakah
syari’at Islam mejawab semua permasalahan ke-Ummatan yang terjadi hari ini?
6. Bagaiamana
syari’at Islam itu berperan untuk menjaga agaa, jiwa, akal, kehormatan dan
kesucian harta?
Jawaban
:
.....Menurut Ibu
Rusnawati...
Dosen
Fakultas Dakwah UIN Ar-Raniry
Banda
Aceh – Untuk pertanyaan
pertama, menurut beliau “Syari’at Islam itu belum bisa dilaksanakan secara
kaffah. Mungkin masyarakat jika di ajak Hablum
minannas di antara manusia itu dalam masyarakat okey. Akan tetapi jika di
ajak Hablum minallah (hubungan dengan Allah) secara kaffah saya kira ini yang
sulit diterapkan. Contohnya adalah shalat. Memang negara dan agama telah
membuat aturan, tetapi kembali kepada kesadaran pada masyarakat itu sendiri”.
Menurut beliau “Hablum Minallah ini
sulit dipantau oleh pemerintah dan kembali kepada kesadaran individu itu
sendiri. Contohnya dalam masyarakat jika kita lihat pada wanita. Apakah sudah
benar busana yang mereka kenakan. Memang UU di berbagai daerah itu ada saja
kontrovesi dengan kebiasaan daerah itu. Contohnya, dulu di Aceh Barat tentang
jenggot dan juga bagi wanita duduk ngangkang tidak boleh. Pemerintah tidak
boleh melihat satu sisi saja, mungkin dia duduk ngangkang ada penyebab lain,
yang jadi permasalahan syari’at Islam itu sendiri adalah duduk antara yang
bukan muhrim”. Ujar dosen Fakultas Dakwah ini, menjawab pertanyaan kami.
Untuk pertanyaan ke-Dua, menurut
beliau “Harapannya adalah agar Undang-Undang itu dapat diterapkan secara
semestinya atau secara kaffah. Memang penyelanggarannya itu bukan sekarang saja
dan penuh tantangan. Tantangan bagi masyarakat kita bagaiman pelaksanaan dari
syari’at Islam itu”. Ujar beliau, ditambahkanya: “Kadang saya berfikir sebenarnya
syari’at Islam itu dibuat untuk siapa sih, kenapa masyarakat itu tidak mematuhi
syari’at Islam itu, padahal kita terbungkus dalam syari’at itu. Apakah syari’at
Islam itu hanya un ustad atau yang berkaitan dengan syari’at. Karena saya lihat
sendiri di dalam masyarakat kita, kurangnya kesadaran dalam pelaksanaan
syari’at Islam itu. Seharusnya jika sudah ada syari’at Islam itu tidak ada lagi
pencurian, tidak ada lagi yag namanya shalat itu di suruh, waktu maghrib tidak
ada lagi warung-warung yang terbuka, dan jika mendengar azan langsung ke Mesjid,
dan segala aktivitas dihentikan itulah sebenarnya tujuan dari penerapan syariat
Islam itu”.
Untuk pertanyaan yang ke-Tiga, menurut
beliau “Banyak program-program pemerintah yang kurang jalan. Seperti pengajian
ba’da Maghrib dan segala macam itu sebenarnya sebuah taktik, memang ada daerah
yang menerapkan, tapi tidak semua. Karena apa? Karena tipisnya kesadaran pada
masyarakat tersebut. Apa yang harus dilakukan? Ya mendidik generasi muda dari
kecil, jika generasi tua itu sudah tidak mungkin dibebankan kepada mereka”.
Beliau tambahkan, “Tetapi apa cara yang harus dilakukan agar syari’at Islam ini
bisa diterapkan secara kaffah, kembali kepada kesadaran individu masyarakat itu
sendiri. Tidak mungkin pemerintah memantau kita selalu waktu shalat, dan tidak
mungkin WH selalu memantau perbuatan kita, itu tidak akan terjadi dan kalaupun
terjadi itu akan menghabiskan biaya yang sangat besar, mungkin dapat diadakan
program atau sosialisasi-sosialisasi”. “Dalam lingkup pengetahuan alangkah
baiknya jika menguasai semua bidang. Dan
tidak menguasai satu bidang saja. Tapi kalau bisa generasi selanjutnya di
perbaiki dari semua sisi”.
Untuk pertanyaan yang ke-Empat,
menurut beliau “Syari’at Islam itu harus bekerja sama dengan setiap elemen,
dengan setiap Instansi . jadi, syari’at Islam itu tidak dibuat dan dipatuhi oleh
satu elemen saja, dia harus semua unsur terlibat di sana. Karena jika satu
elemen saja artinya tidak menyeluruh. Jadi semuanya harus terlibat, agar bisa
melaksanakan syari’at Islam itu seperti yang diharapkan.” Beliau menambahkan, “Setiap
kebijakan itu tidak boleh bertentangan dengan UU karena kita tunduknya ke
pusat. Tentang kebijakan-kebijakan ini pemerintah juga harus peka terhadap
masyarakat. Jangan hanya ingin menerapkan saja tetapi tidak pernah disosialisasikan
misalnya harus begini atau sebagainya”.
Untuk pertanyaan ke-Lima, menurut
tanggapan beliau, “Sebenarnya syari’at Islam itu sudah menjawab semua masalah
ke-Ummatan hari ini. Cuman, tinggal pelaksanaan syari’at Islam itu sendiri.
Tergantung dari masyarakatnya itu sendiri. Kenapa permasalahan ini tidak
terjawab sebenarnya kembali kepada kesadaran masing-masing individu itu”.
Untuk
pertanyaan ke-Enam, menurut beliau “Sebenarnya tanpa syari’at Islam pun bisa asalkan
ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Dengan adanya syari’at Islam minimal
masyarakat sedikit takutlah karena ada undang-undang yang mengikat dan ada yang
membentengi mereka dengan undang-undang yang membuat masyarakat itu tidak bisa
melanggar peraturan sesuka hati mereka”.
Sehubungan
dengan wawancara yang dilakukan. Narasumber bersedia untuk di wawancarai untuk
kepentingan tugas akhir yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Study
Syari’at Islam di Aceh.
Yang
bertanda tangan di bwah ini :
Nama :
RUSNAWATI
Pekerjaan : Dosen di Fakultas Dakwah
Asal :
Lhokseumawe
Memberikan
rekomendasi kepada nama yang tercantum di bawah ini :
Nama :
SURYADI
Nim :
140401152
Alamat :
Jln. Inong Balee, Darussalam
Agar
dapat digunakan seperlunya.
PENUTUP
A.
Simpulan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun
1999 sampai saat ini sudah berjalan 10 tahun lebih, mulai berbenah diri melalui
perangkat-perangkatnya sebagai dasar-dasar pijakan dalam melangkah lebih jauh
dalam tataran konsep Syari’ah Ilahiyah. Antara lain :
Undang-Undang :
3.
Undang-undang No. 44 Tahun 1999, tentang
penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
4.
Undang-undang No. 11
Tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh.
Peraturan-Peraturan
Daerah/Qanun :
10) Perda No. 5 tahun 2000,
tentang Pelaksanaan Syari’at Islam.
11) Qanun Provinsi NAD, No. 10 tahun 2002, tentang Peradilan
Syari’at Islam.
12) Qanun Provinsi NAD, No. 11 tahun 2002, tentang
Pelaksanaan Syari’at Islam, Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.
13) Qanun Provinsi NAD, No. 12 tahun 2003, tentang Minuman
Khamar dan sejenisnya.
14) Qanun Provinsi NAD, No. 13 tahun 2003, tentang maisir
(Perjudian).
15) Qanun Provinsi NAD, No. 14 tahun 2003, tentang Khalwat
(mesum).
16) Qanun Provinsi NAD, No. 7 tahun 2004, tentang Pengelolaan
Zakat.
17) Peraturan Gubernur Provinsi NAD, No 10 tahun 2005 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk.
18) Matrik Perbuatan Pidana dan Hukumnya didalam Qanun
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Kembali kepada permasalahan tadi,
yang menjadi inti pokok dalam syari’at Islam itu adalah penerapannya dan
kedaran dari masyarakat itu sendiri. Jika tidak ada kesadaran dari masyarakat
walau bagaimanapun syari’at ini kerasnya, maka itu tidak akan berpengarauh pada
individu masyarakat itu sendiri. Sehingga, yang sangat di perlukan sekarang ini
agar syari’at Islam itu dapat diterapkan dan dilaksanakan secara kaffah adalah
kesadaran dari masyarakat itu sendiri.